Sabtu, 29 Oktober 2011

Calon haji dan sedekah yang menyakitkan (kisah nyata sebagai sebuah renungan)

 
Dua hari yang lalu si parjo aku suruh untuk membantu membuat tungku sterilisasi jamur tiram di rumahku. Parjo adalah salah satu tetanggaku yang lugu dan polos serta gampang untuk di mintai bantuan tenaga oleh tetangga  di sekitarnya  Sehingga tak jarang kami yang memakai tenaganya juga tak segan untuk memberinya uang sebagai ganti dari keringat yang dikeluarkannya.
Pada saat istirahat selepas makan siang iseng iseng ku tanyakan padanya tentang desas desus yang beredar beberapa bulan yang lalu yang menimpanya.


“jo… kudengar beberapa bulan yang lalu kau punya masalah dengan pak budi… “
Pak budi  adalah tetangga kami yang insya Allah tahun depan akan menunaikan ibadah haji.
“iya…. Bahkan aku sampai uring uringan…”
“lha gimana ceritanya…”
“begini lho…  beberapa bulan yang lalu ketika istriku hamil anakku yang paling kecil kebetulan dia nyidam ubi rebus. Kamu khan tau sekarang sulit mencari ubu kayu di kampung kita nah kebetulan aku mengetahui kalau pak budi menanam ubi kayu di belakang rumahnya . maka dengan sangat terpaksa aku memberanikan diri menghadap pak budi untuk meminta ubinya sebatang saja…”
“Terus…??” aku makin penasaran
“gak kusangka ternyata dia menolak permintaanku dengan alasan ubinya belum cukup belum tua… aku jadi sangat malu sekali…”
“mungkin memang belum tua jo…” kataku mencoba mendinginkan suasana.
“gak mungkin…. Aku bisa membedakan mana ubi yang masih muda dan yang cukup tua… dasar orangnya saja yang pelit…!!” kata si parjo berapi api.
“mungkin dia nanam ubi kayunya Cuma sedikit jo….”
“hahaha….”
“koq malah ketawa to…??
“tuh liat sendiri di belakang rumanya…. Penuh dengan batang ubi bahkan sekarang sudah ngganyong semua saking tuanya… padahal kamu khan tau walaupun hidupku susah tetapi aku gak pernah menyusahkan tetangga tetanggaku….”
“iya sih… lha terus gimana dengan istrimu…?”
“aku pesan saja sama tukang sayur yang biasa keliling… harganya Cuma lima ribu rupiah tuh…”
Memang pak budi di seputaran tempat kami tinggal terkenal agak pelit orangnya tetapi ku pikir dia sudah berubah karena sebentar lagi menjadi seorang haji.
“tapi ku dengar kabarnya kamu marah marah….?”
“itu kejadiannya beberapa bulan kemudian…. Waktu bulan puasa kemaren..”
“lho…. Koq bisa…??”
“ceritanya gini… suatu sore mbak sum tetangga sebelah datang kerumah sambil membawa 3 buah ubi kayu katanya titipan dari pak budi…”
“lha kamu koq malah marah…??
“gimana gak marah…. Ini sama dengan penghinaan…!!”
“koq bisa…??”
“ya iya lah… lha wong aku dulu minta ubi karena istriku nyidam eh koq sekarang baru ngasih ubi.. istriku khan udah melahirkan…”.
Aku mesam mesem sambil garuk garuk kepala…
“ya mungkin dia baru sadar akan kesalahannya jo…”
“gak mungkin… itu karena ubinya udah terlalu tua dan ngganyong… udah gak enak dimakan…”
“Masa iya jo…”
“iya coba kamu bayangin… dulu aku minta ubi waktu istriku hamil muda lha sekarang anakku khan mulai belajar merangkak, apa gak ngganyong semua ubinya…. Cuma bikin sakit hati aja…. Gitu koq katanya mau naik haji… huh…”Kata si parjo sambil bersungut sungut..
Nampaknya wajar juga kalo si parjo yang lugu dan gak lulus sekolah dasar ini marah marah..
“terus kamu apain ubinya jo….??
“aku buang kebelakang rumah daripada Cuma nyakitin hati saja… udah untung gak ku lemparin kemukanya pak budi hehe….”

Waduh….



Suatu pelajaran berharga….
Ternyata tak selamanya sedekah yang kita lakukan itu menolong dan menyenangkan hati orang lain
Bisa jadi malah menimbulkan kesan menghina dan menyakiti hati orang yang di timpa kesusahan
Nampaknya kita harus senantiasa berhati hati dalam bersikap jika tak ingin amal ibadah yang kita lakukan justru berubah jadi dosa yang tak tertanggungkan….



Semoga bermanfaat…..

*nama di atas sengaja di samarkan takut ade tetangga ane yang baca entar malah jadi fitnah hehe....

share on facebook

Artikel terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa di like ya.......